Dipublikasikan pada Jambi Ekspres, tgl 15 Mei 2013
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Jo Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian dijelaskan bahwa Pegawai
Negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat –syarat yang telah ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat dan diberhentikan
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau
tugas lainnya yang ditetapkan berdasar peraturan perundangan serta digaji oleh
negara.
Dan
selanjutnya wacana kedepan akan diubah dari Pegawai Negeri sipil (PNS)
sebagaimana diatur dalam UU no 43 Tahun 1999 menjadi Aparatur Sipil Negara
(ASN) yang sementara ini masih berbentuk Rancangan Undang-undang Aparatur Sipil
Negara. Sebenarnya
pemerintah (diwakili Kemen PAN & RB) dengan DPR sudah ada keputusan
mengikat untuk menyelesaikan RUU ASN dalam masa sidang ini, sehingga awal April
2013 dalam sidang paripurna RUU ASN sudah disahkan menjadi undang-undang. Namun seperti judul yang saya angkat bahwa ASN menjadi
Aparat sudah Nyerah karena sampai
sekarang RUU ASN tersebut belum juga terealisasikan sehingga hanya menjadi
harapan saja. Dan pertanyaannya kenapa?.
Lingkaran tak berkesudahan
Didalam RUU ASN salah satu
pertimbangan pergantian dari PNS menjadi ASN adalah bahwa dalam rangka pelaksanaan
cita-cita bangsa sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun aparatur sipil negara yang
profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi
masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan
kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Ternyata pergantian PNS menjadi ASN membutuhkan pengorbanan
yang tidak sedikit, dimulai dari perubahan regulasi yang mencangkup keseluruhan
aspek. Salah satu contoh diatas saja bahwa salah satu pertimbangan pergantian
PNS menjadi ASN adalah perlu
dibangun aparatur sipil negara yang profesional, bebas dari intervensi politik,
bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ini berarti bahwa ada perubahan terhadap dasar hukum yang
berlaku atasnya, salah satunya seperti UU no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah yang didalamnya mengatur
tentang pemilihan kepala daerah secara
langsung oleh rakyat dan rakyat disini termasuk PNS itu sendiri. Sehingga
setelah terpilih adanya
kekuasaan tertinggi bagi kepala daerah dalam memberdayakan pegawai atau
stafnya, termasuk dalam hal mempromosikan, memutasikan ataupun memberhentikan
pegawai yang dianggap dalam tanda kutip tidak layak.Dengan demikian agar tidak terjadi intervensi
politik maka perlu dilakukan revisi terhadap Undang-undang tersebut yang dalam
hal ini tujuan sebenarnya dari revisi tersebut untuk melindungi aparatur dalam
akibat yang ditimbulkan pasca pilkada, maka pilkada akan diserahkan sepenuhnya
kepada wakil rakyat didalam parlemen dan tentu saja diikuti dengan pergantian Undang-undang
yang mengatur pemilihan kepala daerah, dan seterusnya. Bisa dibayangkan
perubahan dan perombakan yang sedang dilakukan pemerintahan kita saat ini untuk
menyambut ASN. Dan yang paling krusial sekali adalah disetiap aspek perubahan
diperlukan cost atau biaya yang tidak sedikit, dimulai dari tahap persiapan sampai
tahap pengawasan dan bisa saja apa yang sudah dibuat tidak sesempurna dengan
apa yang diinginkan. Akan banyak konflik yang terjadi.
Tarik
ulur kepentingan
RUU ASN
merupakan rancangan undang-undang inisiatif DPR yang sudah dibahas sejak tahun
2011. Sampai saat ini pembahasan RUU ASN sudah mengalami penundaan sampai 4
kali masa persidangan di DPR. Bahkan di kalangan pemerintah sendiri perlu waktu
lama untuk menyamakan kata sepakat tentang sejumlah materi RUU ASN terutama
oleh 3 Kementerian yaitu Kementerian PAN & RB, Kementerian Dalam Negeri dan
Kementerian Keuangan.
Terdapat 6 substansi dalam RUU ASN yang alot pembahasannya dan memerlukan waktu untuk menemukan kesepakatan antara Pemerintah dengan Panja RUU ASN Komisi II DPR, antara lain 1. Pemerintah mengusulkan agar KASN dijadikan lembaga non struktural bukan lembaga negara seperti dalam RUU ASN , 2. Pemerintah mengusulkan terkait kata “eksekutif” diubah menjadi eselon sehingga menjadi Jabatan Eselon Senior, mengingat istilah “eselon” dalam jajaran pemerintah sudah sangat familiar, serta pengaturan dalam perundang-undangan juga sudah menggunkan istilah eselon, 3. Dalam RUU ASN, DPR mengusulkan pegawai ASN merupakan anggota Korps Pegawai ASN Republik Indonesia yang bersifat non kedinasan untuk menyampaikan aspirasinya. Sedangkan pemerintah mengharapkan organisasi ASN menjadi organisasi Kedinasan yang tetap dibiayai oleh APBN, alasan pemerintah agar Korps ASN dapat terkendali dan bersifat netral di dalam memberikan pelayanan kepada seluruh anggota, 4. Sesuai RUU ASN, Pejabat yang Berwenang adalah pejabat karier tertinggi pada instansi dan perwakilan. Pemerintah mengusulkan tambahan subtansi bahwa untuk melakukan pembinaan profesi dan pegawai ASN, Presiden mendelegasikan pembinaan dan manajemen ASN kepada Menteri, LAN, BKN dan KASN, 5. DPR dalam RUU ASN mengusulkan bahwa gaji dibebankan pada APBN, sedangkan pemerintah mengusulkan bagi PNS di Pusat gaji dibebankan pada APBN dan PNS di Daerah dibebankan APBD. Khusus JES (Eselon I dan II) dibebankan pada APBN, 6. Belum adanya kesepakatan mengenai Pembayaran pensiun dan Batas usia Pensiun, Kabar terakhir ada titik kompromi mengenai usia pensiun sesuai RUU yaitu 58 tahun, meskipun Menteri Keuangan masih memberikan catatan terhadap implikasi ke anggaran (sumber : setagu.net).
Kembali
ke nol (0)
Dengan segala pembahasan yang
berlarut-larut, menurut saya segala sesuatunya kembali ke nol (0), kenapa?.
Karena sebenarnya antara UU no 43 th 1999 dengan RUU ASN sebagian isinya sama,
seperti didalam Ps 6 RUU ASN yang dikatakan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN)
adalah : a. PNS , b. Pegawai Tidak tetap Pemerintah dan menurut UU no 43 tahun
1999 tetang pokok-pokok kepegawaian yang dikatakan sebagai Pegawai Negeri
adalah Pegawai Negeri Sipil, Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian
Negara republik Indonesia. Yang berarti tetap ada istilah PNS (Pegawai Negeri
Sipil) bagi yang telah memiliki Nomor Induk Pegawai (NIP) atau dengan kata lain
yang dikatakan sebagai ASN salah satunya adalah PNS itu sendiri.
Lebih lanjut dalam
RUU ASN dikatakan yang melatarbelakangi terbentuknya ASN adalah dikarenakan
untuk membentuk aparatur yang bebas dari intervensi politik sebenarnya didalam
undang-undang 43 th 1999 tentang pokok kepegawaian didalam pasal 3 telah
menyatakan dengan jelas bahwa pegawai negeri harus netral dari semua pengaruh
politik. Sebenarnya masih banyak contoh lain apabila kita telaah kembali. Berarti perubahan yang ingin dibuat bukan
karena tidak ada dasar hukum yang mengaturnya namun karena dalam perjalanan
sejarah birokrasi terjadi hal-hal yang menyimpang dari ketentuan yang ada.
Dengan kata lain seharusnya bukan membentuk atau menciptakan rel yang baru
tetapi yang lebih penting lagi meletakkan segala sesuatu ke jalurnya masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar