- Berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air, merupakan jenis Pajak Provinsi. Hal ini berarti bahwa kewenangan terhadap pemungutan atas pajak tersebut berada pada Pemerintah Provinsi.
- Sesuai dengan PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah sebagai tindak lanjut UU Nomor 34 Tahun 2000, penetapan nilai jual kendaraan bermotor sebagai dasar penghitungan pengenaan PKB, BBN-KB, PKAA dan BBN-KAA, setiap tahun ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan.
- Pada tanggal 1 Oktober 2005, Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak yang tentunya berdampak pada meningkatnya biaya operasional angkutan umum. Pada saat yang bersamaan, Pemerintah telah mengeluarkan paket insentif fiskal, salah satu paket tersebut adalah penurunan tarif dasar pajak kendaraan bermotor untuk kendaraan umum.
- Dalam rangka menjaga kesinambungan perekonomian daerah, Pemerintah mengambil kebijakan dengan pemberian insentif tambahan untuk kompensasi BBM berupa insentif fiskal, tujuannya adalah untuk menurunkan biaya produksi bagi industri dan transportasi umum (angkutan umum) sehingga tidak terlalu memberatkan masyarakat.
- Hal ini ditandai dengan surat Menkeu kepada Mendagri dengan Nomor S-455/MK.010/2005 tanggal 30 September 2005 perihal pemberlakuan dasar pengenaan PKB dan BBNKB untuk kendaraan umum, yang intinya mengusulkan agar dasar pengenaan PKB dan BBN-KB untuk kendaraan umum ditetapkan sebesar 50% (lima puluh persen).
- Sebagai langkah kongkrit dalam insentif fiskal tersebut, telah ditetapkan Permendagri Nomor 40 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 16 Tahun 2005 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan PKB dan BBN-KB Tahun 2005. Dalam Permendagri tersebut diberikan insentif kepada angkutan umum hanya sebesar 40% (empat puluh persen), dan untuk menutupi penurunan penerimaan tersebut, dasar pengenaan PKB untuk kendaraan pribadi ditetapkan sebesar 110% (seratus sepuluh persen) dari NJKB yang tercantum dalam Permendagri Nomor 16 Tahun 2005.
- Penetapan insentif untuk angkutan umum sebesar 40% (empat puluh persen) didasarkan pada asumsi bahwa perbandingan jumlah kendaraan pribadi dan angkutan umum adalah 3 : 1, dengan demikian dampak penurunan penerimaan daerah pemerintah provinsi dari sektor PKB dan BBN-KB diharapkan tidak menurun secara signifikan.
- Pelaksanaan Permendagri tersebut baru dapat dilakukan oleh beberapa Pemerintah Provinsi, hal ini dikarenakan kebijakan ini diterbitkan pada penghujung tahun yang dalam pelaksanaannya perlu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
9. Untuk membantu pengusaha jasa
transportasi umum (angkutan umum) telah dilakukan pemberian insentif dalam
pengenaan PKB dan BBN-KB, dan hal tersebut telah diatur dalam Permendagri Nomor
2 Tahun 2006, yaitu dasar pengenaan PKB dan BBN-KB hanya ditetapkan sebesar 60%
(enam puluh persen) atau terdapat pemberian insentif sebesar 40%, sedangkan
untuk kendaraan di Atas Air, telah ditetapkan Permendagri Nomor 3 Tahun 2006
tentang Penghitungan Dasar Pengenaan PKAA dan BBN-KAA Tahun 2006 tanggal 27
Januari 2006. Kedua Permendagri tersebut telah mendapatkan pertimbangan dari
Menteri Keuangan dengan surat Nomor S-36/MK/2006 tanggal 20 Januari 2006,
perihal pertimbangan Menteri Keuangan atas dua rancangan Permendagri.
10. Proses penetapan dasar pengenaan PKB
dan BBN-KB, PKAA dan BBN-KAA dilakukan berdasarkan harga yang diperoleh pada
minggu pertama bulan Desember, dari sumber data seperti Agen Tunggal Pemegang
Merek, Assosiasi Industri Kendaraan Bermotor, Asosiasi Importir Kendaraan
Bermotor Indonesia, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia, Internet dan
Dealer. Besarnya nilai jual ditetapkan berdasarkan harga rata-rata dari
sumber-sumber tersebut diatas.
Untuk memperoleh penetapan yang lebih
akurat, proses penetapannya dengan melibatkan beberapa Dipenda Provinsi
seperti, Dipenda DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten,
Sulsel, Kalsel, Kaltim, Bali dan Riau, dengan pertimbangan bahwa potensi
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air mayoritas terdapat pada daerah
tersebut, sehingga dianggap representatif.
11. Model perhitungan PKB dan BBN-KB
adalah:
PKB =
NJKB x Bobot x Tarif
BBN-KB =
NJKB x Tarif.
Keterangan:
1. Bobot 1,00 : untuk Sedan, Jeep,
Minibus, Bus, Sepeda Motor, Alat-alat Besar dan Berat.
2. Bobot 1,30 : untuk Mobil Barang/Beban.
3. Tarif PKB :
- 1,5% untuk kendaraan bermotor bukan umum (pribadi).
- 1,% untuk kendaraan bermotor umum
- 0,5% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan besar.
4. Tarif BBN-KBI:
- 10% untuk kendaraan bermotor bukan umum (pribadi).
- 10% untuk kendaraan bermotor umum.
- 3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan besar.
12. Hasil penerimaan dari PKB dan BBN-KB,
PKAA dan BBN-KAA dibagi hasilkan kepada Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang
bersangkutan dengan komposisi 70% (tujuh puluh persen) untuk Provinsi dan 30%
(tiga puluh persen) kepada Kab/Kota.
Bagi hasil penerimaan tersebut kepada
Pemerintah Kab/Kota dilaksanakan berdasarkan asas potensi antar daerah dan asas
pemerataan.
13. Penegasan terhadap pengertian
kendaraan umum juga lebih dipertegas sehingga meliputi setiap kendaraan
bermotor yang dipergunakan untuk mengangkut orang atau barang dengan dipungut
bayaran, yang memiliki izin antara lain izin trayek atau izin usaha angkutan
atau kartu pengawasan.
14. Dengan adanya penegasan persyaratan
yang harus dimilki oleh suatu kendaraan umum, diharapkan dalam pelaksanaan
pemungutan PKB dan BBN-KB tidak menemui hambatan, karena apabila suatu badan
usaha atau pribadi yang memiliki salah satu izin dari izin trayek, atau izin
usaha angkutan atau kartu pengawasan atas kendaraan bermotor yang dimiliki,
maka dapat diberikan insentif sebesar 40%.
15. Dalam Permendagri Nomor 2 Tahun 2006,
terhadap penetapan PKB untuk kendaraan bukan umum (pribadi) sebesar 110%
(seratus sepuluh persen) tidak dicantumkan lagi, sehingga dasar pengenaan PKB
untuk kendaraan bermotor pribadi tetap 100% (seratus persen), karena
berdasarkan beberapa hasil perhitungan awal beberapa Dipenda provinsi, pengaruh
penurunan penerimaan terhadap APBD sebagai akibat kebijakan penetapan PKB dan
BBN-KB sebesar 60% untuk kendaraan umum adalah berkisar +1,5 %, namun
dapat tertutupi dengan adanya tambahan penjualan unit kendaraan bermotor pada
Tahun 2006, sehingga penerimaan daerah di prediksi masih dalam batas aman.
16. Berdasarkan laporan dari Dipenda
Provinsi, jumlah kendaraan bermotor Tahun 2003 adalah 18.302.975. untuk Tahun
2004 sebanyak 25.889.933. atau mengalami kenaikan sebanyak 7.586.958 atau
41,45%.
17. Untuk menghindari terjadinya penetapan
dasar pengenaan PKB dan BBN-KB untuk kendaraan umum yang berbeda antar
Provinsi, Permendagri tersebut telah disampaikan kepada seluruh Gubernur untuk
dapat segera diberlakukan dan dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri paling
lambat 60 (enam puluh) hari terhitung mulai tanggal 27 Januari 2006. (atau pada
tanggal 27 Maret 2006). Penyampaian Permendagri tersebut melalui surat Ditjen
BAKD Nomor 188.32/154/BAKD tanggal 30 Januari 2006, perihal penyampaian
Permendagri Nomor 2 dan Nomor 3 Tahun 2006.
18. Dengan adanya Press Release ini,
tentunya sekaligus dianggap sebagai pemberitahuan terbuka tentang pemberlakukan
secara serentak kepada seluruh masyarakat wajib Pajak yang memiliki kendaraan
bermotor dan kendaraan di atas air, bahwa dasar perhitungan PKB, BBN-KB, PKAA
dan BBN-KBB harus mengacu pada kedua Permendagri dimaksud.
19. Dengan rentang waktu selama 60 (enam
puluh) hari, diharapkan aparat pendapatan provinsi telah menyusun petunjuk
pelaksanaan di daerah serta daftar NJKB tersebut telah disesuaikan pada data
base pada masing-masing Kantor Bersama Samsat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar