Kamis, 17 Januari 2013

Pajak Kendaraan Bermotor


  1. Berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air, merupakan jenis Pajak Provinsi. Hal ini berarti bahwa kewenangan terhadap pemungutan atas pajak tersebut berada pada Pemerintah Provinsi.
  2. Sesuai dengan PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah sebagai tindak lanjut UU Nomor 34 Tahun 2000, penetapan nilai jual kendaraan bermotor sebagai dasar penghitungan pengenaan PKB, BBN-KB, PKAA dan BBN-KAA, setiap tahun ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan.
  3. Pada tanggal 1 Oktober 2005, Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak yang tentunya berdampak pada meningkatnya biaya operasional angkutan umum. Pada saat yang bersamaan, Pemerintah telah mengeluarkan paket insentif fiskal, salah satu paket tersebut adalah penurunan tarif dasar pajak kendaraan bermotor untuk kendaraan umum.
  4. Dalam rangka menjaga kesinambungan perekonomian daerah, Pemerintah mengambil kebijakan dengan pemberian insentif tambahan untuk kompensasi BBM berupa insentif fiskal, tujuannya adalah untuk menurunkan biaya produksi bagi industri dan transportasi umum (angkutan umum) sehingga tidak terlalu memberatkan masyarakat.
  5. Hal ini ditandai dengan surat Menkeu kepada Mendagri dengan Nomor S-455/MK.010/2005 tanggal 30 September 2005 perihal pemberlakuan dasar pengenaan PKB dan BBNKB untuk kendaraan umum, yang intinya mengusulkan agar dasar pengenaan PKB dan BBN-KB untuk kendaraan umum ditetapkan sebesar 50% (lima puluh persen).
  1. Sebagai langkah kongkrit dalam insentif fiskal tersebut, telah ditetapkan Permendagri Nomor 40 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 16 Tahun 2005 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan PKB dan BBN-KB Tahun 2005. Dalam Permendagri tersebut diberikan insentif kepada angkutan umum hanya sebesar 40% (empat puluh persen), dan untuk menutupi penurunan penerimaan tersebut, dasar pengenaan PKB untuk kendaraan pribadi ditetapkan sebesar 110% (seratus sepuluh persen) dari NJKB yang tercantum dalam Permendagri Nomor 16 Tahun 2005.
  2. Penetapan insentif untuk angkutan umum sebesar 40% (empat puluh persen) didasarkan pada asumsi bahwa perbandingan jumlah kendaraan pribadi dan angkutan umum adalah 3 : 1, dengan demikian dampak penurunan penerimaan daerah pemerintah provinsi dari sektor PKB dan BBN-KB diharapkan tidak menurun secara signifikan.
  3. Pelaksanaan Permendagri tersebut baru dapat dilakukan oleh beberapa Pemerintah Provinsi, hal ini dikarenakan kebijakan ini diterbitkan pada penghujung tahun yang dalam pelaksanaannya perlu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
9. Untuk membantu pengusaha jasa transportasi umum (angkutan umum) telah dilakukan pemberian insentif dalam pengenaan PKB dan BBN-KB, dan hal tersebut telah diatur dalam Permendagri Nomor 2 Tahun 2006, yaitu dasar pengenaan PKB dan BBN-KB hanya ditetapkan sebesar 60% (enam puluh persen) atau terdapat pemberian insentif sebesar 40%, sedangkan untuk kendaraan di Atas Air, telah ditetapkan Permendagri Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan PKAA dan BBN-KAA Tahun 2006 tanggal 27 Januari 2006. Kedua Permendagri tersebut telah mendapatkan pertimbangan dari Menteri Keuangan dengan surat Nomor S-36/MK/2006 tanggal 20 Januari 2006, perihal pertimbangan Menteri Keuangan atas dua rancangan Permendagri.
10. Proses penetapan dasar pengenaan PKB dan BBN-KB, PKAA dan BBN-KAA dilakukan berdasarkan harga yang diperoleh pada minggu pertama bulan Desember, dari sumber data seperti Agen Tunggal Pemegang Merek, Assosiasi Industri Kendaraan Bermotor, Asosiasi Importir Kendaraan Bermotor Indonesia, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia, Internet dan Dealer. Besarnya nilai jual ditetapkan berdasarkan harga rata-rata dari sumber-sumber tersebut diatas.
Untuk memperoleh penetapan yang lebih akurat, proses penetapannya dengan melibatkan beberapa Dipenda Provinsi seperti, Dipenda DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Sulsel, Kalsel, Kaltim, Bali dan Riau, dengan pertimbangan bahwa potensi kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air mayoritas terdapat pada daerah tersebut, sehingga dianggap representatif.
11. Model perhitungan PKB dan BBN-KB adalah:
PKB                 = NJKB x Bobot x Tarif
BBN-KB          = NJKB x Tarif.
Keterangan:
1. Bobot 1,00 : untuk Sedan, Jeep, Minibus, Bus, Sepeda Motor, Alat-alat Besar dan Berat.
2. Bobot 1,30            : untuk Mobil Barang/Beban.
3. Tarif PKB :
  • 1,5% untuk kendaraan bermotor bukan umum (pribadi).
  • 1,% untuk kendaraan bermotor umum
  • 0,5% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan besar.
4. Tarif BBN-KBI:
  • 10% untuk kendaraan bermotor bukan umum (pribadi).
  • 10% untuk kendaraan bermotor umum.
  •  3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan besar.  
12. Hasil penerimaan dari PKB dan BBN-KB, PKAA dan BBN-KAA dibagi hasilkan kepada Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang bersangkutan dengan komposisi 70% (tujuh puluh persen) untuk Provinsi dan 30% (tiga puluh persen) kepada Kab/Kota.
Bagi hasil penerimaan tersebut kepada Pemerintah Kab/Kota dilaksanakan berdasarkan asas potensi antar daerah dan asas pemerataan.
13. Penegasan terhadap pengertian kendaraan umum juga lebih dipertegas sehingga meliputi setiap kendaraan bermotor yang dipergunakan untuk mengangkut orang atau barang dengan dipungut bayaran, yang memiliki izin antara lain izin trayek atau izin usaha angkutan atau kartu pengawasan.
14. Dengan adanya penegasan persyaratan yang harus dimilki oleh suatu kendaraan umum, diharapkan dalam pelaksanaan pemungutan PKB dan BBN-KB tidak menemui hambatan, karena apabila suatu badan usaha atau pribadi yang memiliki salah satu izin dari izin trayek, atau izin usaha angkutan atau kartu pengawasan atas kendaraan bermotor yang dimiliki, maka dapat diberikan insentif sebesar 40%.
15. Dalam Permendagri Nomor 2 Tahun 2006, terhadap penetapan PKB untuk kendaraan bukan umum (pribadi) sebesar 110% (seratus sepuluh persen) tidak dicantumkan lagi, sehingga dasar pengenaan PKB untuk kendaraan bermotor pribadi tetap 100% (seratus persen), karena berdasarkan beberapa hasil perhitungan awal beberapa Dipenda provinsi, pengaruh penurunan penerimaan terhadap APBD sebagai akibat kebijakan penetapan PKB dan BBN-KB sebesar 60% untuk kendaraan umum adalah berkisar +1,5 %, namun dapat tertutupi dengan adanya tambahan penjualan unit kendaraan bermotor pada Tahun 2006, sehingga penerimaan daerah di prediksi masih dalam batas aman.
16. Berdasarkan laporan dari Dipenda Provinsi, jumlah kendaraan bermotor Tahun 2003 adalah 18.302.975. untuk Tahun 2004 sebanyak 25.889.933. atau mengalami kenaikan sebanyak 7.586.958 atau 41,45%.
17. Untuk menghindari terjadinya penetapan dasar pengenaan PKB dan BBN-KB untuk kendaraan umum yang berbeda antar Provinsi, Permendagri tersebut telah disampaikan kepada seluruh Gubernur untuk dapat segera diberlakukan dan dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung mulai tanggal 27 Januari 2006. (atau pada tanggal 27 Maret 2006). Penyampaian Permendagri tersebut melalui surat Ditjen BAKD Nomor 188.32/154/BAKD tanggal 30 Januari 2006, perihal penyampaian Permendagri Nomor 2 dan Nomor 3 Tahun 2006.
18. Dengan adanya Press Release ini, tentunya sekaligus dianggap sebagai pemberitahuan terbuka tentang pemberlakukan secara serentak kepada seluruh masyarakat wajib Pajak yang memiliki kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bahwa dasar perhitungan PKB, BBN-KB, PKAA dan BBN-KBB harus mengacu pada kedua Permendagri dimaksud.
19. Dengan rentang waktu selama 60 (enam puluh) hari, diharapkan aparat pendapatan provinsi telah menyusun petunjuk pelaksanaan di daerah serta daftar NJKB tersebut telah disesuaikan pada data base pada masing-masing Kantor Bersama Samsat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar