Diterbitkan dalam Opini koran Jambi Ekspres oleh Indria Mayesti, 11-1-2013
Jalan raya merupakan
infrastruktur sosial-ekonomi yang kerusakannya paling bisa dilihat serta kasat
mata. Perbaikan bentangan jalan raya lalu menjadi semacam drama yang tak
berkesudahan, hanya dalam jangka waktu singkat, jalan raya yang mulus kembali
rusak dan kembali dipermak ulang. Jalan
raya seharusnya akan mempermudah akses sosial dan ekonomi, namun jalan-jalan
yang tersedia ternyata melahirkan berbagai permasalahan tersendiri bagi
penggunanya. Diantaranya masalah kemacetan yang tidak berkesudahan.
Macet lagi macet lagi
Salah satu yang
memperparah keruwetan jalan raya
dikarenakan munculnya sentra-sentra baru usaha ekonomi masyarakat, seperti kita lihat disepanjang jalan Pattimura
dimulai dari daerah Simpang Rimbo sampai dengan simpang tugu Sipin mengarah ke
pasar keluarga dan seterusnya bermunculan hutan-hutan ruko. Ruko itu sendiri
berdiri persis disamping jalan raya yang memang diawal pembangunan ruko
berkemungkinan tidak memperhitungkan besarnya jalan yang akan terpakai pada
saat pelebaran jalan terjadi, sehingga pada saat pelebaran jalan tempat parkir
yang dimiliki masing-masing ruko menjadi kecil. Akibatnya pemilik mobil banyak
yang memarkir memakan badan jalan di sepanjang jalan raya sehingga mempersempit
jalan raya yang digunakan. Begitu pula dipusat-pusat perbelanjaan seperti depan
WTC dan Jamtos.
Memang menjadi
dilema bagi pihak pemerintah mengenai masalah pembangunan ruko, dari sisi
ekonomi dengan banyaknya ruko berarti menandakan semakin banyaknya usaha
masyarakat yang mengembangkan usaha ekonomi, dan selanjutnya memiliki dampak
positif terhadap pengurangan jumlah pengangguran dengan dibukanya lapangan
usaha baru dan selanjutnya menambah pendapatan daerah dari penerimaan
restribusi. Namun sebaliknya memiliki dampak negatif bila dilihat dari
kurangnya tempat parkir yang tersedia di setiap ruko sehingga memakai jalan
raya sebagai tempat parkir. Dan sudah bisa dipastikan disetiap jalan-jalan
dimaksud akan terjadi kemacetan khususnya di jam-jam rawan seperti jam
pergi-pulang kantor dan sekolah.
Saat ini angkutan
umum nampaknya bukanlah menjadi pilihan utama lagi bagi masyarakat kita, karena
sekarang sudah semakin banyak orang-orang yang memiliki kendaraan sendiri baik
roda dua ataupun roda empat. Banyak hal yang menyebabkan lonjakan jumlah
kendaraan pribadi, salah satunya faktor kemudahan memiliki kendaraan secara
kredit, walaupun tidak bisa dipungkiri banyak juga masyarakat yang membeli
secara tunai. Ini akan menjadi masalah lagi kedepannya, mengapa demikian? karena
semakin banyaknya masyarakat yang memiliki kendaraan sendiri berakibat meningkatnya
konsumtif masyarakat terhadap bahan bakar, sedangkan pemerintah saat ini sedang
gencar-gencarnya menyerukan hemat bahan bakar minyak, masalah lain yang akan
muncul adalah polusi udara yang akan membuat bumi ini penuh dengan asap dan
lama kelamaan udara akan semakin kotor,menurut saya pribadi harus ada aturan
kepemilikan kendaraan bermotor dari pemerintah,hendaknya di batasi berapa kendaraan
yang boleh di miliki per kepala keluarga. Sebenarnya terasa lucu karena
kepemilikan kendaraan adalah hak pribadi namun hendaknya masing-masingnya itu
juga harus bisa bersikap bijak dalam prilaku konsumtifnya.
Belum lagi
pembangunan galian optik di sepanjang ruas jalan, diakui masyarakat bahwa apa
yang tengah dikerjakan pihak terkait saat ini pada dasarnya adalah bagian dari
upaya pembangunan dan penyediaan sarana prasarana. Akan tetapi, pengerjaan yang
dilakukan kurang profesional, apalagi pihak yang melakukan pekerjaan lalai
bahkan tak serius dalam pengawasan sehingga menimbulkan persoalan baru ditengah
masyarakat seperti terjadinya kemacetan dikarenakan pengendara kendaraan
bermotor akan menghindari ruas jalan yang rusak akibat penggalian tersebut.
Yang sangat menggelisahkan kita semua penggalian dilakukan diatas jalan yang terkadang baru
saja di perbaharui dan kembali rusak dengan adanya penggalian ini.
Walaupun serentetan
persoalan yang menghiasi jalan raya di atas dan belum semuanya terpublikasikan, namun
permasalahan yang ada sekarang itu adalah menjadi pekerjaan rumah semua
kalangan, baik itu dari pihak berwenang seperti kepolisian,LLAJ, pihak
pemerintahan atau swastanisasi terkait maupun kita sendiri sebagai masyarakat.
Rindukan Jalan layang
Dulu,
tahun 1990-an sewaktu Kota Jambi belum seramai ini, sebagai perbandingan jam
tempuh dari simpang rimbo ke pasar angso duo hanya memakan waktu setengah jam
saja tetapi saat ini bisa mencapai satu jam atau lebih. Macet bukan hanya "teman
akrab" warga Kota Jambi, tetapi hampir semua warga kota besar di mana pun.
Saking ruwetnya, kadang-kadang para perencana kota sendiri bingung mengurai
akar permasalahan. Permasalahan transportasi itu ibarat perdebatan asal-usul
ayam dan telur, tidak jelas siapa yang duluan muncul.
Seperti
halnya kota-kota besar diseluruh Indonesia, permasalahan yang terjadi diatas
jalan raya sama saja, tinggal bagaimana cara mengantisipasi dari pihak
pemerintah untuk menyelesaikannnya. Secara teoritis, perbandingan antara jumlah
panjang jalan dan luas wilayah Kota Jambi memang sudah tidak memadai dinilai
dari peningkatan jumlah penduduk dan kendaraan. Salah satu solusi untuk masalah
ini adalah pelebaran jalan dan pembangunan jalan baru berbentuk jalan layang.
Lalu,
apakah jalan layang itu menyelesaikan masalah kemacetan? Jalan layang merupakan
perlengkapan jalan bebas hambatan untuk mengatasi hambatan karena konflik
dipersimpangan, melalui kawasan kumuh yang sulit ataupun melalui kawasan
rawa-rawa.Jalan layang sebagai penghubung dari satu daerah ke daerah yang
lainnya, menjadi sarana yang memiliki peran penting dalam pendistribusian
secara ekonomi maupun sosial, karena dengan jalan layang kita dapat
mengefektifkan waktu sebaik mungkin. Selain itu, dengan terus bertambahnya
jumlah penduduk dan kendaraan bermotor di Kota Jambi, maka jalan layang menjadi
salah satu cara untuk mengurangi kemacetan yang sering terjadi.
Pekerjaan
rumah ini memang dirasa sangat berat, mengingat pembuatan jalan layang
memerlukan biaya yang sangat besar dan biaya pemeliharaan yang tidak sedikit.
Tetapi apabila menghitung laba rugi, kita berharap dengan pengorbanan yang
sedemikian besar akan mampu memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi
kemaslahatan rakyat banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar