Senin, 14 Januari 2013

Jalanku sayang Jalanku malang


Diterbitkan dalam Opini koran Jambi Ekspres oleh Indria Mayesti, 11-1-2013
 
Jalan raya merupakan infrastruktur sosial-ekonomi yang kerusakannya paling bisa dilihat serta kasat mata. Perbaikan bentangan jalan raya lalu menjadi semacam drama yang tak berkesudahan, hanya dalam jangka waktu singkat, jalan raya yang mulus kembali rusak dan kembali  dipermak ulang. Jalan raya seharusnya akan mempermudah akses sosial dan ekonomi, namun jalan-jalan yang tersedia ternyata melahirkan berbagai permasalahan tersendiri bagi penggunanya. Diantaranya masalah kemacetan yang tidak berkesudahan.
Macet lagi macet lagi
Salah satu yang memperparah keruwetan jalan raya  dikarenakan munculnya sentra-sentra baru usaha ekonomi  masyarakat, seperti  kita lihat disepanjang jalan Pattimura dimulai dari daerah Simpang Rimbo sampai dengan simpang tugu Sipin mengarah ke pasar keluarga dan seterusnya bermunculan hutan-hutan ruko. Ruko itu sendiri berdiri persis disamping jalan raya yang memang diawal pembangunan ruko berkemungkinan tidak memperhitungkan besarnya jalan yang akan terpakai pada saat pelebaran jalan terjadi, sehingga pada saat pelebaran jalan tempat parkir yang dimiliki masing-masing ruko menjadi kecil. Akibatnya pemilik mobil banyak yang memarkir memakan badan jalan di sepanjang jalan raya sehingga mempersempit jalan raya yang digunakan. Begitu pula dipusat-pusat perbelanjaan seperti depan WTC dan Jamtos.
Memang menjadi dilema bagi pihak pemerintah mengenai masalah pembangunan ruko, dari sisi ekonomi dengan banyaknya ruko berarti menandakan semakin banyaknya usaha masyarakat yang mengembangkan usaha ekonomi, dan selanjutnya memiliki dampak positif terhadap pengurangan jumlah pengangguran dengan dibukanya lapangan usaha baru dan selanjutnya menambah pendapatan daerah dari penerimaan restribusi. Namun sebaliknya memiliki dampak negatif bila dilihat dari kurangnya tempat parkir yang tersedia di setiap ruko sehingga memakai jalan raya sebagai tempat parkir. Dan sudah bisa dipastikan disetiap jalan-jalan dimaksud akan terjadi kemacetan khususnya di jam-jam rawan seperti jam pergi-pulang kantor dan sekolah.
Saat ini angkutan umum nampaknya bukanlah menjadi pilihan utama lagi bagi masyarakat kita, karena sekarang sudah semakin banyak orang-orang yang memiliki kendaraan sendiri baik roda dua ataupun roda empat. Banyak hal yang menyebabkan lonjakan jumlah kendaraan pribadi, salah satunya faktor kemudahan memiliki kendaraan secara kredit, walaupun tidak bisa dipungkiri banyak juga masyarakat yang membeli secara tunai. Ini akan menjadi masalah lagi kedepannya, mengapa demikian? karena semakin banyaknya masyarakat yang memiliki kendaraan sendiri berakibat meningkatnya konsumtif masyarakat terhadap bahan bakar, sedangkan pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya menyerukan hemat bahan bakar minyak, masalah lain yang akan muncul adalah polusi udara yang akan membuat bumi ini penuh dengan asap dan lama kelamaan udara akan semakin kotor,menurut saya pribadi harus ada aturan kepemilikan kendaraan bermotor dari pemerintah,hendaknya di batasi berapa kendaraan yang boleh di miliki per kepala keluarga. Sebenarnya terasa lucu karena kepemilikan kendaraan adalah hak pribadi namun hendaknya masing-masingnya itu juga harus bisa bersikap bijak dalam prilaku konsumtifnya.
Belum lagi pembangunan galian optik di sepanjang ruas jalan, diakui masyarakat bahwa apa yang tengah dikerjakan pihak terkait saat ini pada dasarnya adalah bagian dari upaya pembangunan dan penyediaan sarana prasarana. Akan tetapi, pengerjaan yang dilakukan kurang profesional, apalagi pihak yang melakukan pekerjaan lalai bahkan tak serius dalam pengawasan sehingga menimbulkan persoalan baru ditengah masyarakat seperti terjadinya kemacetan dikarenakan pengendara kendaraan bermotor akan menghindari ruas jalan yang rusak akibat penggalian tersebut. Yang sangat menggelisahkan kita semua penggalian  dilakukan diatas jalan yang terkadang baru saja di perbaharui dan kembali rusak dengan adanya penggalian ini.       
Walaupun serentetan persoalan yang menghiasi jalan raya di atas dan  belum semuanya terpublikasikan, namun permasalahan  yang ada sekarang itu adalah menjadi pekerjaan rumah semua kalangan, baik itu dari pihak berwenang seperti kepolisian,LLAJ, pihak pemerintahan atau swastanisasi terkait maupun kita sendiri sebagai masyarakat.
Rindukan Jalan layang
Dulu, tahun 1990-an sewaktu Kota Jambi belum seramai ini, sebagai perbandingan jam tempuh dari simpang rimbo ke pasar angso duo hanya memakan waktu setengah jam saja tetapi saat ini bisa mencapai satu jam atau lebih. Macet bukan hanya "teman akrab" warga Kota Jambi, tetapi hampir semua warga kota besar di mana pun. Saking ruwetnya, kadang-kadang para perencana kota sendiri bingung mengurai akar permasalahan. Permasalahan transportasi itu ibarat perdebatan asal-usul ayam dan telur, tidak jelas siapa yang duluan muncul.
Seperti halnya kota-kota besar diseluruh Indonesia, permasalahan yang terjadi diatas jalan raya sama saja, tinggal bagaimana cara mengantisipasi dari pihak pemerintah untuk menyelesaikannnya. Secara teoritis, perbandingan antara jumlah panjang jalan dan luas wilayah Kota Jambi memang sudah tidak memadai dinilai dari peningkatan jumlah penduduk dan kendaraan. Salah satu solusi untuk masalah ini adalah pelebaran jalan dan pembangunan jalan baru berbentuk jalan layang.
Lalu, apakah jalan layang itu menyelesaikan masalah kemacetan? Jalan layang merupakan perlengkapan jalan bebas hambatan untuk mengatasi hambatan karena konflik dipersimpangan, melalui kawasan kumuh yang sulit ataupun melalui kawasan rawa-rawa.Jalan layang sebagai penghubung dari satu daerah ke daerah yang lainnya, menjadi sarana yang memiliki peran penting dalam pendistribusian secara ekonomi maupun sosial, karena dengan jalan layang kita dapat mengefektifkan waktu sebaik mungkin. Selain itu, dengan terus bertambahnya jumlah penduduk dan kendaraan bermotor di Kota Jambi, maka jalan layang menjadi salah satu cara untuk mengurangi kemacetan yang sering terjadi.
Pekerjaan rumah ini memang dirasa sangat berat, mengingat pembuatan jalan layang memerlukan biaya yang sangat besar dan biaya pemeliharaan yang tidak sedikit. Tetapi apabila menghitung laba rugi, kita berharap dengan pengorbanan yang sedemikian besar akan mampu memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kemaslahatan rakyat banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar